Mendung tebal menggayuti langit sore ini. Semakin lama semakin tebal dan bergulung memberat. Nara menengadahkan wajahnya , satu tetes bening menimpa kelopak matanya, refleks berkedip dan bergegas berlari ke arah bukit. Seakan berkerjaran dengan tetesan yang berbaris mengikutinya semakin banyak dan terkadang melewati Nara yg harus memberi jeda dengan menaiki undakan2 terasering bukit. Hahh, rasanya bangunan antik diatas bukit itu semakin mndekat, namun hujan kadung tercurah serentak sehingga mengguyur semua tubuhnya basah kuyup berapa langkah sebelum mencapai teras.
Alhamdulillaah, gumannya walaupun baju tidak bisa diselamatkan tetapi saat halilintar dan menyambar dan suara nya menggelegar dia sudah tiba di tempat bernaung. Rumah mungil yang tampak antik tersebut sepi. Villa kecil dibangun model gaya arsitektur Belanda Tempo Doeloe diatas bukit salah satu diantara bebukitan di daerah Sumedang. Orang menyebutnya gunung puyuh. Sebuah kawasan tak terurus bercampur milik penduduk yang di beli berhektare –hektare oleh seorang pejabat tinggi negara yang namanya dirahasiakan, katanya. Entah apa sebabnya.
Hari mulai gelap, sebagian wilayah hutan jati disebelah bukit tampak menghitam dan menampakan kerimbaannya disela curah hujan dan seahnya angin dataran tinggi. Dedaunan tampak melambai seakan membesar dan mengajak siapapun yang melihatnya untuk mengungkap kemisterian yang ada didalamnya. Hih, Nara bergidik ngeri melihat susana jelang maghrib yang tampak mencekam, pikirannya langsung terbawa kepada suasana di dalam novel Ghost story yang pernah dia baca, kelap kelip di kota bawah sana tampak mulai malam, namun karena bukit tersebut diatas dan daerah terbuka, suasana senja masih terlihat terang. Kentara dengan hutan disebelahnya. Bergegas Nara merogoh dan membuka kunci Villa.
Rumah sangat gelap, Nara mengucapkan salam, walaupun yakin tak ada yang akan menyahut kecuali keheningan. Terbersit dihatinya bagaimana kalau ada yang menjawab? Lampu seluruh ruangan segera dinyalakan dengan hati penuh debaran. Semua jendela segera di tutupnya dan gorden di tarik rapat. Radio pun dinyalakan untuk menetralkan suasana mencekam. Terdengar adzan maghrib untuk wilayah sumedang dari radio. Ganti baju dan sekalian mandi kemudian bersiap untuk sholat.
Selesai sholat Nara baru menyadari ada sesuatu yang aneh di rumah tersebut. Radio yang tadi dia nyalakan terdengar sepi namun ada suara-suara aneh sebagai penggantinya..
Nara berkesiap dan beranjak untuk mengecek keadaan. Pintu kamar segera dibuka perlahan, suara tampak sayup dan dan meremang tiba tiba....
Niit..niitt..niriiinitt....
Suara Nokia jadulnya mengagetkannya. Diambilnya benda mungil yang sering ngedrop itu. Ada calling dari suaminya.
“Assallamu’alaikum.....
“Wa’alaikum salam...
“Sayang, ini ayah...maaf ya, ayah harus terlambat pulang, kapegung hujan dihandap, teu nyandak nanaon, jalana leueur palaur poek..” alamak, desah Nara. Alamat bakal lama sendirian. Hehh. desahnya, mau gimana lagi.
“Ya, ayah..ga pa pa..ga usyah naik, nanti ada apa-apa sama ayah, “ jawabnya, seakan mengkhawatirkan keadaan suaminya sambil menahan rasa bahwa dialah yang sedang khawatir terhadap dirinya, seharusnya perkataan itu untuk dirinya. Namun, memang dia tidak ingin suaminya cemas dan bergegas naik tanpa peralatan pendukung apapun, sementara jalan licin, curam dan gelap, sementara kiri kanan jurang.
“Sabar ya ...sayang. Ayah pasti segera naik. InsyaAllaah hujan bentar lagi mereda.” Ya. Angguk Nara, tapi percuma suaminya tidak melihat. Akhirnya dia berkata. “Hati-hati ayah, jangan matikan hape, luv u...mbu mencintai ayah”. Tutupnya sambil mendekatkan bibirnya ke ujung HP dan membuat suara berdesah....emwaah
Setelah ada balasan yang sama baru ditutupnya HP, hapal dengan kondisi keuangan suami, pulsa dikit, ngirit, kalau habis bisa tambah berabe.
Kembali keheningan yang ada, namun kali ini ditambah dengan suara-suara aneh yang membuat jantung berdebar dan kuduk langsung menegang. Suara-suara aneh yang semakin alam semakin mendekat dan menambah ketakutan.
Nara perlu waktu untuk memutuskan apakah akan mengunci diri di kamar dan tertelungkup selimut dikasur sambil dicekam ketakutan ataukah memeriksa keadaan dan memastikan bahwa semua baik-baik saja. Tapi, bagaimana jika ada penampakan yang akan membuat jantungnya berhenti? Atau jangan-jangan ada perampok yang akan melakukan hal-hal tidak diinginkan melihat seorang wanita ditengah hutan sendirian dalam hujan pekat? Hiiiy....Nara lebih bergidik membayangkan hal-hal terakhir.
Diraihnya senter mungil emergency yang selalu siap sedia di atas meja kecil. Di koreh-korehnya dengan gugup laci meja, mencari cari sesuatu yang bisa dijadikan senjata. Tap, tanganya meraih sesuatu.Sebuah gunting besar dan lumayan tajam. Di pejamkan matanya dirapikan resleting jacketnya dan Bismillaah..bisiknya. Ya Allaah lindungilah hamba Mu....lalu melangkah hati-hati.
Di buka pelan pintu kamar menghindari suara berderit, namun tetap saja suara halus masih tersisa. Di ruangan depan yang mendadak remang Nara mengawasi keadaan sekitar. Aman. Bisiknya. Radio masih tampak menyala namun sepertinya signal hilang.Yang ada suara kresek-kreseknya saja. Dimatikannya untuk menghindari pemborosan energi dan supaya jelas pula suara apakah yang sejak tadi terdengar. Nara mempertajam pendengarannya dengan konsentrasi ke arah suara yang tidak jelas tersebut.
Suara tersebut seperti datang dari arah luar, agak ke ujung selatan percis sebelah rumah tempat hutan jati tersebut berada. Suaranya riuh kadang seperti jeritan-jeritan dan kadang seperti pekikan-pekikan tawa dan tangis tidak jelas. Nara menengok kearah pintu depan yang berkaca luas. Apakah akan menengok kesebelah atau tidak, jangn-jangan ada orang yang sedang tersesat dan butuh bantuan, ataukah harus diam saja? Sepertinya lampu depan tiba-tiba mati pula, maka hanya kegelapan yang tampak, tiba-tiba halilintar menyambar dan memberi terang sekelilingnya. Nara menjerit pelan namun segera terbungkam oleh tangannya sendiri, sekilas dalam terang ada sesosok hitam berdiri di depan jendela yang gordennya terbuka. Nara terduduk ketembok dan bertanya-tanya siapakah makhluk tersebut. Tak henti hatinya berdzikir memanggil nama Tuhan. Tiba-tiba hape berdering kembali sontak Nara melonjak kaget dan mematikannya buru-buru. Debaran jantungnya semakin menguat ditambah keringat dingin yang mulai berjatuhan.
“Ya Allaah..tolonglah hamba Mu..” mohonnya lirih...sosok hitam itu yang ujung kepalanya meruncing segitiga mirip dalam film2 tentang tokoh Dajal tampak bergerak kearah pintu. Nara panik kemudian teringat senjata yang tadi dipegangnya. Bersiap menghunus gunting dan senter menyala kearah musuh datang.
Trekks..pintu seperti dibuka kunci dari luar.
Rekeeets...Nara semakin menegang dan siaga.
Blak..”
“Hiyaaaa!!!! siapa kaaauuuu???!!!!!!” teriak Nara menghunus kedepan posisi siap menyerang bertahan. Dan kemudian siap menghunus tatkala melihat sesosok tubuh tersebut mengeluarkan benda berkilat panjang dari bawah jubah hitamnya.
Sedetik kemudian “ Aaaaaaa......!!!” Nara berteriak kaget. Disambut teriakan dari sesosok mahluk mengerikan yang muncul dihapananya tak kalah kaget.
“Astagfirullahaladziim, mbu????!!” Nara masih mematung dalam kekagetan yang susul menyusul, untung saja sepersekian detik Nara bisa mengehentikan serangannya saat meloncat dan siap menghunus duluan, sebab dalam kilatan senter dia melihat wajah yang dikenalnya. Suaminya. Nara meneliti wajah dalam basah kuyup jas hujan itu, benarkah wajah tersebut suaminya, bukan wajah tipuan.
“Astagfirullaah, ayah! Mengagetkan saja” sentaknya agak tinggi saking kagetnya.
“Ibu ini kenapa, malam-malam teriak teriak sambil menyerang, pake gunting pula? Bikin kaget ayah saja.” Guman ayah membalikan pertanyaan. Nara membuang gunting ke lantai dan bergidik ngeri. Kemudian memeluk tubuh yang sudah diyakinina sesosok yang dikenalnya yang sudah satu tubuh satu jiwa. Tak peduli sweaternya basah terkena tetesan air hujan yang masih menempel di jas bertudung segitiga tersebut.
“Ibu..ibu...”geleng ayah. “Kenapa? Takut yaa?” godanya tersenyum
“Ihh..ayaah, sebel! Tadi bilangnya mau nunggu hujan reda, trus ada suara-suara menakutkan , mbu kan selidik itu suara apaan, eeh tau-tau didepan rumah ada sesosok bayangan hitam. Langsung masuk lagi, jadi mbu kan kirain perampok...” jelas Nara.
“Perampok apa hantu??? Hehe...” goda suaminya cengengesan. Nara memonyongkan bibirnya.
“ayah yang salah, kenapa pulang ga bilang-bilang!”
Runtuk Nara meninggalkan suaminya ke kamar.
” Bukan ga bilang-bilang. Ayah tadi es-em-es ga ada balasan. Trus telepon ga diangkat, kirain mbu udah bobo, ayah buka aja pake kunci cadangan.”
Jelas suaminya mengikuti Nara kekamar sambil membuka jas hujan. Nara memberikan handuk bersih. “Mandi dulu sanah!”
“Ga ah, ga mau mandi. Kalo sudah mandi pasti kanggeen...”
“ Ihh...kegeeran..lagian siapa yang mau?!” Nara menjulurkan lidahnya.
“ Siapa bilang mau, kan ayah bilang kangeen....klo sudah wangi pasti mau lah...hihii..”
“Sudah! Sudah!! Mandi dulu sanah....” dorong Nara kesel campur seneng, senyum-senyum.
Alhamdulillaah...terimakasih Allaah, ternyata hanya imajinasi belaka.
“Memang ada apa sih mbu, kok begitu siaganya sampai menghunus gunting segala?”tanya ayah sesudah mandi. Sambil menggosok=gosok rambutnya dengan handuk kecil.
“Gimana ceritanya kok ayah bisa mendadak pulang dan cepat?” tanya Nara malah balik tanya.
‘Gini, sehabis telepon mbu, eh ada pak satpam lewat, ya udah ayah pulang ikut saja tapi ga jalan bawah bukit sana, tapi dari depan, keliling pake motornya, dan ngebuuut banget tuh satpam, emang jago bawa motor biar gelap sama hujan juga. Jadi nyampe rumah juga cepat.”
“Kalau suara-suara aneh itu apa ya?”
“Nah kalau suara-suara itumah bunyi radio di gubuknya petani ladang yang ikut berkebun di samping kebun deket hutan jati itu. Tiap malam kan dia tidur disana. Hehe...mbu pasti deh ketakutan ya....makanya, jangan suka ngehayal yang ngga-ngga deh.”
“Bukan berkhayal kok, ada faktanya!” elak Nara. “Iya tapi didramatisir. Jangan suka menilai. Kalo denger bunyi kita anggap saja bunyi tak lebih ..ah, bunyi radio kek terbawa angin, jangan mikirnya macem-macem...aja. Hari gini...masih takut hantu?? Capee deehhh!” ledek ayah. “Gubrakkks!!” balas Nara.
Hahaha...mereka tertawa bareng-bareng.
“Lagi pula, kalau memang hantu, ya biarin saja, tokh mbu kan makhluk yang lebih mulia dibandingkan mereka, Allaah ciptakan saja lebih sempurna dari makhluk apapun. Yaa, masing-masing sajalah, ga ada ceritanya hantu bisa membunuh manusia kecuali kalau sudah bersekutu dengan jin, misalnya dengan dukun santet. “
“Tapi ada jin yang bisa membuat orang yang melihatnya jadi sakit atau meninggal loh yah?”“Nah , kalau itu karena orang tersebut jadi parno setelah melihat penampakannya, depresi, ga bisa menghilangkan penglihatan yang sudah tercetak di otaknya, kejem, jadi otaknya hank juga karena rasa ketakutan jadi tubuhnya meriang. Sama halnya dengan anak atau orang yang habis melihat peristiwa menakutkan atau mengerikan dalam hidupnya, bisa jadi gila loohh...
Dan untuk orang yang meninggal karena melihat penampakan , itu bisa jadi karena tingkahnya sendiri. Misal melihat penampakan eh, ketakutan trus lari akhirnya terjatuh dijurang. Atau karena emang punya penyakit jantung, kaget terus meninggal. Bukan si jinnya tersebut yang menyebabkan kematian. “
“Oh...gtu ya yah...”
“Iya say. Nah, kalau ada perampok mbu juga kan bisa beladiri, jadi bisa melawan, masa jawari ayah yang cantik ini gak mau praktekin jurus-jurus silatnya, ga usyah parno gitu....Hehehe..”
“ Abis kalau kata orangtua dulu, mlam-malam ada suara-suara aneh itu pasti hantu.” ‘Iya, karena sejak kecil dijejali dengan cerita-cerita bohong untuk menakut2i anak kecil, maka sampai dewasa juga terbentuk imajinasi ketakutan tersebut. Ujung2nya yang susah siapa? Klo mau pipis minta dianter siapa? Lagi ngantuk anak pengen pipis tapi takut? Yang marah kan ortu diganggu lagi enak-enaknya tidurnya malem2...hehe jadi nyusahin diri sendiri deh.” “ Iya juga ya, kalau sedari kecil di jejali pikiran-pikiran yang menakutkan maka akan terbentuk imajinasi yang terekam dalam alam bawah sadarnya sejak kecil. Buktinya mbu kalau ada apa-apa itu selalu membayangkannya sesuatu yang menakutkan. Jadi susah sendiri, mental sudah terbentuk dari kecil...” “Nah, jadi sekiranya mbu sudah faham, semoga kita bisa mengambil pelajarannya, kalau kelak dikasih amanah kepercayaan dari Allaah, kita akan mendidiknya tidak ditakut-takuti. Ini komitmen kita, setuju mbu?” Tanya suami Nara.
“Ya ayah, mbu siap, setuju sangat....gak pake banget...hehee....insyaAllaah...insyaAllaah..yah” angguk Nara sembari tersenyum.“Aamiin..Aamiin...” Ayah mengusap-usap kepala istrinya. Hujan kian mereda yang terdengar hanya rintik nya saja dan suara lolongan anjing dari kampung dibawah sana. Nara terlelap dalam pelukan suaminya.
Auuuu........lolongan anjing dan suara-suara aneh yang berbeda kembali muncul...kali ini datangnya jauh dari arah hutan dekat sebuah kuburan kuno.....
Kumara Asih, Subang wanker , langit senja+malam. 22 Des 2012 jma 21;26 WIB.
Tengkyu yah buat Mas Soni Agung yg sudah tanpa sengaj menyemangati untuk menulis lagi. Ayo, karya! karya!